BAB I
MANUSIA
DAN AGAMA
A. Alam
Semesta Sebagai Ciptaan Allah
Alam raya yang terdiri dari milyaran planet diciptakan
Allah dalam proses yang panjang dan bertahap dan dalam suatu periode yang
sangat panjang. Al-Quran mengisyaratkan proses penciptaan alam dalam enam periode, setiap periode terdiri dari ribuan tahun atau jutaan tahun, dalam Al-Quran disebutkan:
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ
فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهٗ عَلَى الْمَاۤءِ لِيَبْلُوَكُمْ
اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya:
“Dan Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, adapun ‘Arsy-Nya telah tegak pada air, untuk menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya” (Hud:7)
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ
السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ
كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
Artinya:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi
keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak
beriman?” (Al-Anbiya:30)
Berbeda dengan pandangan ilmu pengetahuan (Barat) yang
meniadakan unsur ketuhanan dalam proses kajian alam. Seperti mereka berpendapat
bahwa alam raya ini berasal dari kabut tebal yang kemudian berkumpul dan
berputar hingga menimbulkan panas. Ketika panas itu mencapai titik tertentu
terjadilah ledakan besar dan sisa-sisa ledakan itulah yang menjadi cikal bakal
planet di jaat raya.
Prinsip utama dalam bahasan penciptaan alam raya
diarahkan adanya kesadaran akan adanya Sang Maha Pencipta melalui penghayatan terhadap
ciptaan-Nya. Karena alam raya dengn segala isinya bukan sesuatu yag ada dengan
sendirinya atau sesuatu yang kebetulan.
Sesungguhnya dilihat dari sudut pandang manusia, Allah
dan Alam (semesta). Allah pencipta sedangkan alam yang diciptakan. Alam adalah
segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indera , perasaan, dan pikiran
kendati pun samar-samar. Melalui partikel atau zarrah yakni bagian benda yang sangat kecil sampai kepada benda
yang sangat besar. Dari yang paling sederhana susunannya sampai kepada yang
sangat kompleks (rumit, saling berhubungan). Ruang dan waktu (space and time) adalah alam. Juga manusia termasukalam atau bagian alam semesta.
Alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja
yang terarur, rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian alam
semesta dapat dilihat pada dua kenyataan. Pertama,
berupa keteraturan, kerapian, keserasian dalam hubngan alamiah antara
bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling melengkapi dan mendukung. Kedua, keteraturan yang yang ditugaskan
kepada malaikat untuk menjaga dan melaksanakannya.
Kedua hal itulah kemudian membuat berbagai keserasian,
kerapian, dan keteraturan yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah.
Sunnatullah yang menyebabkan alam semesta selaras, serasi
dan seimbang dipatuhi sepenuhnya oleh partikel
atau zarrah yang menjadi unsur
alam semesta itu.
Ada tiga sifat utama sunnatullah:
1.
Pasti
atau tentu. Dalam Alquran disebutkan
قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah telah
mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (At-Talaq:3)
2.
Tetap
(tidak berubah-ubah), dalam Alquran disebutkan
سُنَّةَ مَنْ قَدْ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ
رُّسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيْلًا
Artinya: “(Yang demikian itu)
merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang Kami utus sebelum engkau, dan
tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan Kami.” (Al-Isra:77)
3.
Objektif,
dalam Alquran disebutkan
اَنَّ الْاَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصّٰلِحُوْنَ
Artinya: “bahwa bumi ini akan
diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.”
(Al-Anbiya:105)
Demikianlah alam
semesta diciptakan Allah dengan hukum-hukum-Nya
untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai khalifah.
B. Manusia
Menurut Agama Islam
Para ahli pikir telah
mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang
para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia, diantaranya:
1. Teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan).
Menurut teori ini manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku hasil interaksi
antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego), di
dalam manusia terdapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (social).
2. Teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin). Menurut
teori ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses
pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan
emosional.
3. Teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berfikir). Dalam
teori ini mausia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara
pasif pada lingkungannya, tetapi makhluk yang selalu berusaha memahami
lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir.
4. Teori humanisme manusia berperilaku untuk mempertahankan,
meningkatkan, mengaktualisasikan diri dan sebagainya.
Allah Sang Pencipta
telah menurunkan Alquran yang di antara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran
konkret tentang manusia. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai
aspek kehidupan manusia, di antaranya:
1.
Manusia
disebut Bani Adam. Firman Allah:
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ
كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya: “Wahai anak cucu Adam!
Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31)
2.
Manusia
disebut An-naas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok
sesama jenisnya. Firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai manusia! Sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:21)
3.
Manusia
disebut dengan insan yakni ,akhluk
yetbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan. Firman Allah:
خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ - عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Artinya: “Dia menciptakan manusia,
mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-rahman:3-4)
4.
Manusia
disebut ‘abdun (hamba) yang
menujukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya.
Firman Allah:
فَلَمْ يَرَوْا اِلٰى مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۗ اِنْ نَّشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ
الْاَرْضَ اَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِّنَ السَّمَاۤءِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ
لَاٰيَةً لِّكُلِّ عَبْدٍ
مُّنِيْبٍ
Artinya: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika
Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan
kepada mereka kepingan-kepingan dari langit. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya).” (Saba’:9)
5.
Fitrah
Manusia. Kata fitrah berasal dari
kata fatara, artinya ciptaa, suci,
seimbang. Fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan
atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan
kecenderungan kepada kebenaran (hanif).
Menurut imam Al-Maraghi fitrah adalah kondisi dimana Allah menciptakan manusia
yang menghadapkan dirinyakepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan
pikirannya. Firman Allah:
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ
اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ
وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ۙ
Artinya: “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan
pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Ar-Ruum: 30)
6.
Manusia
adalah makhluk yang paling sempurna. Hal ini bisa dibandingkan dalam makhluk
lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin banyak kesamaannya, tetapi tangan
manusia lebih fungsional dari makhluk lain, demikian organ-organ lainnya.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ
تَقْوِيْمٍۖ
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” (At-Tiin:4)
7.
Manusia
memiliki kemauan atau kehendak yang menyebabkannyabisa mengadakan
pilihan-pilihan. Firman Allah:
اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا
وَّاِمَّا كَفُوْرًا
Artinya: “Sungguh,
Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada
pula yang kufur.” (Al-Insan:3)
8.
Manusia
secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Firman Allah:
كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ
Artinya: “Setiap orang
terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At-Thuur:21)
9.
Manusia
diciptakan Allah untuk menjadi Khalifah-Nya di bumi. Firman Allah:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ
جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً
Artinya: “Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.” (Al-Baqarah:30)
C. Kebutuhan
Manusia Akan Pedoman Hidup
Berbekal potensi yang
dimiliki manusia, manusia dapat hidup dan mengembangkan kebudayaanya. Tetapi
kemampuan dan potensi itu tidak memberikan segalanya bagi manusia. Akal dan
qolbu memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga dalam pemenuhan kebutuhan
yang bersifat ruhaniah manusia tidak bisa mengandalkan keduanya. Dalam
kehidupan manusia, banyak hal yang tidak bisa menjawab oleh manusia dengan
segala potensi kemanusiaan yang dimilikinya. Dengan akalnya saja, manusia tidak
dapat menjawab tentang siapa yang menciptakan alam, dari mana dia berasal,
kemana dia akan pergi setelah kematian.
Akal dapat
menyampaikan manusia kepada pengetahuan tentang adanya tuhan. Tetapi ia tidak
bisa menjawab pertanyaan siapa Tuhan itu.untuk mendapatkan jawaban yang benar
tentang tuhan, harsulah tuhan sendiri yang menjawabnya. Untuk bertanya langsung
kepada tuhan, tidak mungkin dilakukan oleh manusia. Satu-satunya jalan adalah
bertanya kepada orang yang telah dipercaya oleh tuhan untuk menerangkan tentang
tuhan. Disinilah urgensinya seorang Rasulullah bagi manusia sehingga manusia
dapat mengetahui tentang tuhan. Bukti-bukti kerasulan Muhammad bukan hanya
tercatat dalam sejaraha hidupnya, melainkan juga tercatat dalam Al-Quran.
Firman Allah:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ
رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
Artinya: “Muhammad itu bukanlah bapak dari
seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab:40)
Usaha pencarian tuhan
oleh manusia sendiri telah membuktikan lahirnya keanekaragaman konsep tuhan.
Yang menyebabkan manusia menyembah tuhan yang dipersepsikannya sendiri. Jika
demikian, berarti tuhan itu adalah karya berpikir manusia. Padahal, setiap
hasil berpikir derajatnya lebih rendah dari yang memikirkannya dan pencipta
lebih tinggi dan mulia dari dibandingkan dengan ciptaan. Karena itu mustahil
tuhan lebih rendah daripada manusia.
Disamping informasi
tentang tuhan, maka wahyu tuhan memuat pula petunjuk dan pedoman hidup yang
dibutuhkan manusiamenjawab dan memberikan bimbingan ke arah mana manusia
kedepan dan bagaimana memberi makna hidup yang bersifat sementara ini.
Walhasil, wahyu digunakan manusia untuk menjadi pedoman dan pembimbing jalan
kehidupan manusia yang diinginkan tuhan agar manusia dapat memperoleh
kebahagaiaan dunia dan akhirat.
Sikap konsisten
seorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama
yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas pada seluruh aspek kehidupannya
membentuk sebuah pandangan hidup.
Diantara
langkah-lanngkah-langkah sikap konsistensi seseorang terhadap agama adalah:
1.
Pengenalan
Seorang
harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya sehingga bisa membedakannya dengan
agama yang lain.
2.
Pengertian
Ajaran
agama yang dipeluknya pasti memiliki landasan yang kuat, tempat dimana
seharusnya ia memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa faedahnya untuk
kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang terjadi jika manusia meninggalkan
ajaran tersebut dan lain-lain adalah pertanyaan yang menghantarkan kita sebuah
pengertian.
3.
Penghayatan
Pada
fase ini agama tidak sekedar dalam pikiran tetapi lebih masuk ke dalam
relung-relung hatinya. Sehingga melahirkan keyakinan atau keimanan yang
mendorong untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.
4.
Pengabdian
Seseorang
yang masuk pada fase ini bagaikan sudah tidak memiliki dirinya sendiri, karena
demikianlah hakikat penghambaan. Fase penghambaan ini disebut ibadah, yaitu
penyerahan diri secara totalitas kepada tuhannya.
5.
Pembelaan
Rintangan
terhadap agama adalah rintangan terhadap dirinya sendiri sehingga ia akan
segera melakukan pembelaan.