Friday, 20 December 2013

Cerpen - Menolong Itu Menyenangkan


MENOLONG ITU MENYENANGKAN

Quantcast
Karya : Retno W
Sumber : UMMI, No. 4/XVI 2004 M / 1425 H

Sabtu siang Rosidah pulang sekolah dengan kecewa dan sedih.  Sepanjang jalan ia diam membisu.  Tak dihiraukannya teman-temannya yang asyik bercanda ria.  Langkah anak kelas 5 SD itu gontai, menyusuri tepian jalan menuju rumahnya.
Tadi di sekolah, diumumkan siapa saja yang masuk pasukan khusus pramuka.  Betapa kecewanya, ternyata ia tidak lolos.  Padahal ia sangat menginginkannya.  Ia kini hanya anggota biasa yang tidak mendapat prioritas jika ada kegiatan di luar sekolah.  Padahal ia sudah berusaha keras.  Dipelajarinya tali-temali, morse, dan lain-lain dengan sungguh-sungguh.  Tapi rupanya masih gagal.  Padahal Devi, sahabatnya, bisa lolos.  Rasanya ia ingin menangis saja.
Apa yang harus dikatakannya pada ibu nanti?  Mungkin ibu tidak marah.  Tapi ibu pasti kecewa.  Bagaimana tidak, Ibu kan pembina pramuka di SMP tempat Ibu mengajar.  Masak anaknya justru gagal masuk pasukan khusus.  Malu kan?
Teman-temannya sudah jauh meninggalkannya.  Kini ia berjalan sendiri sambil melamun.  Ah, andai saja ia tidak gagal.  Ia tentu mewakili sekolahnya di luar kota.  Pasti senang sekali.  Ia bisa ikut banyak kegiatan dan mendapat teman baru dari sekolah-sekolah lain.
“Ciiit… brak!” suara keras menyadarkannya.  Tak jauh dari tempatnya berjalan tampak seorang anak kecil kira-kira berusia 5 tahun jatuh, tertabrak sepeda motor.
Rosidah berlari medekati mereka.  Anak kecil itu menangis.  Kakinya lecet dan tangannya luka.  Darah mengalir dari luka itu.  Sementara itu, bapak yang mengendarai motor tampak pingsan di dekat motornya yang roboh.  Rosidah menengok ke sana dan kemari.  Sepi.  Kanan kiri jalan adalah persawahan dan tak ada orang yang lewat.  Wah, bagaimana ini?
Sejenak Rosidah kebingungan, tak tahu apa yang harus diperbuat.  Aku harus segera menolong mereka, pikirnya.  Dikeluarkannya sapu tangan pramukanya dari tas, lalu diikatnya pada lengan anak kecil itu.  Semoga dapat mengurangi perdarahannya.  Setelah itu diberinya anak itu air minum dari bekal sekolahnya.
“Tenang ya, Dik.  Jangan menangis.  Kakak akan segera mencari pertolongan”, hibur Rosidah.  Ia lalu berlari melihat keadaan bapak yang sedang pingsan.
“Pak… Pak… sadar Pak.  Bangun Pak”, Rosidah mencoba membangunkan bapak itu.  Dilihatnya tak banyak luka atau darah, tapi kok pingsan.  Digoyang-goyangkannya bahu bapak itu pelan.  Tak berapa lama bapak itu membuka matanya dan mengerang kesakitan.
“Aduuh… kakiku, aduuh…!” erang bapak itu saat mencoba untuk bangun.  Tampaknya ada yang tak beres.  Ketika Rosidah mencoba menyentuh kakinya, Bapak itu semakin menjerit kesakitan.  Oh, mungkin kakinya patah!
“Bapak diam saja di sini”, kata Rosidah.  Ia segera berlari menuju ke perkampungan.  Ia harus segera mencari pertolongan.  Tak dihiraukannya keringat yang membanjiri tubuh mungilnya.
Sesampai di perkampunga, Rosidah menceritakan kecelakaan itu pada orang ditemuinya.  Orang itu segera memanggil warga lain.  Mereka kemudian berbondong-bondong mendatangi tempat kecelakaan itu dan segera memberikan pertolongan.  Korban kecelakaan segera dibawa ke rumah sakit.
Rosidah bernafas lega.  Semoga mereka akan baik-baik saja.  Ia lalu melangkah ringan meninggalkan tempat itu.
Assalamualaikum…” salam Rosidah begitu memasuki rumahnya.
Waalaikum salam…” jawab ibu.  Rupanya Ibu sudah sampai di rumah lebih dulu.  “Kok pulangnya terlambat.  Biasanya Ida datang lebih dulu dari Ibu”, kata Ibu.
“Iya Bu.  Tadi ada kecelakaan”, Rosidah lalu menceritakan tentang kecelakaan itu pada Ibu.  Ibu mendengarnya dengan penuh perhatian.
“”Hmm… Ibu bangga pada Ida.  Ida telah berbuat baik, menolong orang lain”.
“Bangga?  Ida tidak bisa dibanggakan, Bu.  Karena…” kata-katanya terputus.  Rosidah ragu-ragu untuk mengatakannya.
“Karena apa?”
“Ibu jangan marah ya, Ida tidak masuk pasukan khusus pramuka.  Ida gagal dan hanya menjadi anggota biasa”.
Ibu tersenyum dan membelai rambutnya.  “Ibu tidak marah.  Menjadi pasukan khusus memang bagus, tapi anggota biasa juga bagus kok.  Yang kamu lakukan tadi sudah mencerminkan sikap muslim yang baik.  Suka menolong siapa saja, tidak penting apakah itu pasukan khusus pramuka atau tidak.  Lagipula anak yang sudah menolong akan dicintai oleh Allah.  Bukankah itu yang paling penting?”
“Terima kasih, Bu…” Rosidah mencium pipi Ibu.  Ternyata ibu tidak marah dan tidak kecewa.  Bahkan Ibu bangga padanya.
“Wah… sapu tangan pramuka milik Ida terbawa anak itu ke rumah sakit, Bu”.
“Ya sudah.  Nanti sore kita beli di kedai pramuka.  Sekarang, ganti bajumu!  Cuci kaki dan tangan, terus makan bersama ibu.  Ibu sudah kelaparan menunggumu”.
Rosidah tertawa.  Ia segera berlari masu kamar.  Setelah ganti baju dan cuci tangan, Rosidah makan bersama Ibu.  Wajahnya tampak berseri-seri.  Hilang sudah kesedihan dan kekecewaannya.  Ia makan dengan lahap.  Sayur bayam dan tempe goreng terasa lezat sekali.  Menolong orang lain ternyata menyenangkan dan membuat hati gembira.  Alhamdulillah

No comments:

Post a Comment